Boru Hasian dan Anak Na burju

Boru Hasian dan Anak Na burju
Elisabeth Thw Br. Regar dan Mathyas P. Siregar

Adalah baik menjadi orang penting tetapi lebih penting menjadi orang baik

DO WHAT EVER CAN YOU DO..

Senin, 29 Maret 2010

TRADISI GEREJA ORTHODOX TIMUR Dl TENGAH-TENGAH PERUBAHAN-PERUBAHAN MASYARAKAT Oleh : Pater Dr. Chrysostomos P. Manalu, MTh

Istilah “tradisi’ berasal dari bahasa Latin traditio, dalam bahasa Yunani disebut “paradosis” yang berasal dari kata kerja “paradido” yang berarti memberikan, menawarkan, melakukan amal. Dalam istilah teologis berarti setiap ajaran atau praktek yang telah diwariskan dari suatu generasi ke generasi berikut sepanjang kehidupan Gereja.
Akar dan dasar-dasar tradisi suci ini ditemukan dalam Kitab Suci. Karena hanya dalam Alkitab sucilah kita dapat menghayati kehadiran Pribadi dan Tritunggal Mahakudus: Sang Bapa, Sang Putra dan Sang Roh Kudus. Yohanes berbicara tentang manifestasi dari Tritunggal Mahakudus: “Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman Hidup itulah yang kami tuliskan kepada kamu. Hidup itu telah dinyatakan, dan kami telah melihatnya dan sekarang kami bersaksi dan memberitakan kepada kamu tentang hidup kekal, yang bersama-sama dengan Bapa dan yang telah dinyatakan kepada kami” (lYoh. 1:1-2).
Inti dan Tradisi Kudus Kristen digambarkan oleh Rasul Paulus, yang menulis: ‘Di dalam Dia kamu juga karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu - di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, yang memuji kemuliaan-Nya” (Ef. 2:13-14).
Paulus juga membuat jelas bahwa doktrin Trinitas ini harus diterima oleh semua orang Kristen: “Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu Injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia.” (Gal. 1:8-9).
Demikianlah juga dengan Perjamuan Kudus yang telah diterima oleh para rasul dan terus disampaikan kepada orang lain tanpa putus-putusnya. Paulus berkala:
Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti.” (I Kor. 11:23).

Tradisi Rasuliah
Pan penulis Alkitab menyebutkan secara tersirat bahwa ajaran Kitab Suci adalah “Tradisi Apostolik” hal ini mencakup segala apa yang dilihat, disaksikan dan kemudian dicatat para rasul hidup dalam buku-buku Perjanjian baru. Para uskup (episkopos) ditunjuk sebagai pengganti mereka, mengikuti ajaran mereka. Mereka yang menyimpang dari ajaran rasuli ini dianggap terputus dari tali kesinambungan Gereja. Mereka dianggap bidaah dan kelompok skismatik, karena mereka memiliki kepercayaan yang berbeda dan para rasul, dengan demikian memisahkan diri dari Gereja. Hal ini membawa ke fokus Gereja sebagai pusat kesatuan semua orang Kristen. Ini adalah karakteristik eklesiologis gerejawi atau Tradisi. Gereja adalah gambar dan refleksi dari Tritunggal Mahakudus yang hidup, tetap ada, dan terus berkarya dan bertindak dalam Gereja. Bapa menawarkan cinta-Nya, Sang Putra menawarkan ketaatan-Nya, Sang Roh Kudus kenyamananNya. Hanya dalam Gereja historis dapat dilihat, dirasakan, dan dihidupi kehadiran Tritunggal Mahakudus. Paulus mengatakan: “Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang "jauh" dan damai sejahtera kepada mereka yang "dekat", karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa.Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah,yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru.Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh. (Ef 2 :17-22).
Kesatuan Tritunggal Mahakudus, sebagai realitas fundamental dalam Gereja dan dari Gereja, juga memerlukan kesatuan yang nyata di antara semua anggotanya. Semua anggota Gereja hidup dalam ikatan cinta dan persatuan melalui Tritunggal Mahakudus Kebenaran ini digambarkan oleh Rasul Petrus: “ Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib: kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihani ( 1 Ptr.2:9-10).

Tradisi Patristik
Tradisi, adalah peristiwa historis di dalam kehidupan orang percaya yang dimulai dari khotbah dan pengajaran para rasul dan penerusnya yang ditemukan dalam Kitab Suci, dan tetap berharga yang dapat dibaca dan dimengerli maknanya di dalam Gereja yang diulas dan dilahirkan oleh Bapa-bapa. Bapa-bapa Gereja yang membahas tulisan para rasul dan mengajarkannya turun-temurun, inilah yang disebut dengan: “Tradisi Patristik.”
Bapa-bapa Gereja yang luar biasa keyakinan dan kekudusannya menerima penghormatan yang kudus dan Gereja universal. Jadi, khotbah atau Tradisi Apostolik adalah organik terkait dengan Tradisi Patristik dan sebaliknya. Hal ini harus ditekankan karena banyak teolog di gereja-gereja Baruat yang membedakan Tradisi Apostolik dan Tradisi Patristik, bahkan menolak Tradisi Patristik. Bagi Gereja Orthodox hanya ada satu Tradisi: Kitab Suci dan Pengajaran Bapa-bapa Gereja. Tradisi Gereja, menggabungkan Kitab Suci dan ajaran Bapa. Ini adalah “Pemberitaan tentang kebenaran yang diterus sampaikan Gereja di seluruh dunia kepada para umatnya” (St. Irenacus, Proof of the Apostolic Preaching, 98). Agioss Athanasius Agung yang dijuluki si “Tiang Tonggak Orthodox,” yang adalah seorang uskup dari Alexandria pada abad keempat, memberikan defenisi yang paling tepat tentang Tradisi Gereja: “Mari lihat tradisi, pengajaran, dan iman dari Gereja yang universal itu sejak awal, yang telah memberikan Logos (edoken), para Rasul telah memproklamirkan (ekeryxan), para Bapa Gereja memelihara (ephylaxan). Di atas Gereja yang semacam inilah tradisi kudus itu telah didirikan (tethemeliotai) “( St. Athanasius, First Letter to Serapion, 28).
Karakteristik lain masih perlu ditambahkan, yaitu bahwa Tradisi Gereja bersifat universal dalam ruang dan waktu Agios Vincent dari Lerins, seorang uskup dan penulis di Perancis pada abad kelima, menulis bahwa “kita harus terus-menerus mempertahankan apa yang telah kita percayai dimanapun-mana, oleh siapapun” (Common, 2). Memang, Gereja dengan semua anggotanya, selalu, sejak dari awal hingga akhirnya nanti selalu mengajarkan di mana-mana karya penebusan Kristus. Ini tidak berarti bahwa Gereja dan Tradisi kudusnya bergerak dalam numerik, geografis atau batas-batas kronologis. Gereja dan Tradisinya, walaupun hidup dalam sejarah, selalu memiliki nilai kekal, karena Kristus, Pendiri Gereja, tidak memiliki awal dan tidak ada akhir. Dengan kata lain, ketika universalitas Tradisi Gereja disebutkan, hal itu menunjuk kepada karunia-karunia Roh Kudus, yang memungkinkan Gereja untuk memelihara kebenaran rasuliah ini sampai akhir zaman, tanpa cacad, utuh. dan tidak berubah. Hal ini benar karena Tradisi Kudus adalah ungkapan umum Orthodox (phronema, perhatian utama) dari seluruh Gereja melawan semua ajaran sesat dan perpecahan.
Penting sekali menekankan dua sisi berkenaan dengan kekinian dan kebakaan Tradisi Suci. Paler Georges Florovsky menulis bahwa: “Tradisi suci bukan suatu prinsip berjuang untuk memulihkan masa lalu, menggunakan masa lalu sebagai kritena untuk saat ini. Semacam konsepsi tradisi ditolak oleh sejarah itu sendiri dan oleh kesadaran Gereja Orthodox ... Tradisi seharusnya terus-menerus mematuhi Roh dan tidak hanya memori kata-kata belaka Tradisi adalah karunia, bukan peristiwa historis” (The Catholicity of the Church in Bible, Church, Tradition, p.47).

Tradisi
Agios Basilios Agung memberikan penjelasan yang benar berkaitan dengan Tradisi Suci Gereja. Tradisi kudus bukanlah seperangkat ajaran dogmatis yang mandeg, atau praktek-praktek seragam upacara liturgi Gereja. Meskipun ‘tradisi kudus juga meliputi baik ajaran doktrin, formula liturgika, serta praktek, ibadah lainnya. Namun tradisi kudus melebihi dan pengertian semuanya itu, yaitu manusia dengan kasih karunia Tuhan Yesus, umat Allah dibawa mengalami persekutuan yang erat dengan Sang Tritunggal itu sendiri. Tradisi kudus bukanlah sesuatu yang abstrak dan teoritis atau bahwa mengabaikan kebutuhan sehari-hari kebutuhan manusia & Sebaliknya, tradisi kudus adalah “peraturan iman” yang menjadikannya setiap hari menjadi “peraturan ibadah.” Doktrin pengajaran dan bimbingan moral dan praktek-prakiek liturgis adalah bagian yang unik terpisahkan dari Tradisi Suci.
Theologia inkarnasi, kebenaran historis dari penyaliban dan kebangkitan, Perjamuan Kudus, tanda salib, penyelaman tiga kali, menghormati dan menghargai Perawan Maria dan orang-orang kudus Gereja, semuanva penting bagi orang Kristen, yang ingin menemukan jati dirinya di dalam Kristus. Inilah yang telah diajarkan oleh Gereja selama berabad-abad.

Konsili Sejagad
Sebagaimana telah dicatat, kewenangan, kekuasaan, dan pengaruh dari Tradisi suci ditemukan dalam Kitab Suci dan pengajaran Bapa-bapa Gereja sebagai ekspresi total dan terpadu wahyu dari Allah Tritunggal Mahakudus di dunia. Kristus, sebagai Guru, Gembala dari Raja yang tertinggi, melaksanakan kuasa-Nya di dalam Sang Roh Kudus melalui para Rasul dan para pengganti mereka. Para Rasul, para pengganti mereka dan seluruh umat Allah adalah Tubuh Kristus memperluas kerajaan-Nya sepanjang masa. Tidak ada pengajaran pribadi yang menyelamatkan doktrin Gereja tulis Agios Maximos Sang Pengaku (Abad ke-7; Migne P6, 90, 1 20C). Dalam surat balasan kepada Paus Pius IX pada tahun 1848. Seorang Patriarch Orthodox menulis: “Para pembela iman adalah setiap anggota gereja Tubuh Gereja, yaitu seluruh umat yang menginginkan iman mereka tetap terus-menerus sesuai dan selaras dengan pengajaran Bapa-bapa Gereja.” Dengan demikian para rohaniwan dan kaum awam sama-sama bertanggung jawab terhadap pemeliharaan keotentikan dan Tradisi Kudus di dalam dan melalui kehidupan Gereja. Dalam konteks inilah, khususnya, Konsili Gereja Sejagad, dan juga Synode Gereja Lokal sangat penting. Konsili pertama Gereja Sejagad adalah Konsili para rasul yang terjadi di Yerusalem tahun 51 Masehi. Kemudian, para uskup sering berkonsili baik secara lokal maupun universal (ekumenis) untuk membahas dan memecahkan isu-isu dogmatis dan kanonik yang sedang timbul.

Gereja Orthodox menerima tujuh Konsili Ekumenis sebagai berikut:
1. Konsili Nicea pada tahun 325, membahas dan mengutuk Arianisme,
2. Konsili Konstantinopel pada tahun 381, mengutuk Apollinarianisme prinsipnya
3. Konsili Efesus pada tahun 431, mengutuk Nestorianisme.
4. Konsili Khalsedon pada tahun 451, mengutuk Monofisitisme.
5. Konsili Konstantinopel, pada tahun 553, mengutuk Origenes dan bidah lainnya.
6. Ketiga Konsili Konstantinopel di 680-81, yang mengutuk Monothelitism.
7. Konsili Nicea, di 787, mengutuk ikonoklasme.

Gereja Orthodox juga menetapkan status ekumenis dan Konsili di Trullo di 692, yang berlangsung di Konstantinopel. Uskup Gereja Timur ikut ambil bagian di dalamnya, dan mereka menetapkan kanon disiplin untuk menyelesaikan tugas dari Kelima dan Keenam Konsili Ekumenis dan, dengan demikian, diketahui sebagai Konsili Kelima-Keenam.

Tradisi Suci Perjamuan Kudus
Perjamuan Kudus itu sendiri adalah tradisi suci. Perjamuan Kudus, sering disehut dengan istilah: Perjamuan Kudus. Semua orang Kristen Orthodox bertemu bersama, bersatu dalam keyakinan yang mutlak, dalam doktrin dan ibadah menyaksikan kehadiran Tritunggal Mahakudus di altar Gereja. Uskup dan imam berdoa kepada Allah Bapa untuk mengirim Sang Roh Kudus dari mengubah roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus yang mulia. Semua orang beriman dipanggil untuk menerima dan mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus dan menjadi anggota aktif Tubuh Kristus. Dalam liturgi, seperti yang ditetapkan oleh Tuhan sendiri, seluruh Gereja bertemu setiap ada ibadah untuk menyatakan dan menjalankan kesatuan dan persatuan iman dalam Yesus Kristus. Dalam liturgi Orthodox, kita melihat seluruh sejarah Tradisi disatukan dalam tubuh dan darah Kristus. Agios Gregorius Palamas berkaitan dengan Perjamuan Kudus, menulis:

“Kami berpegang teguh semua Tradisi suci Gereja, yang tertulis maupun yang tidak tertulis, dan di atas semuanya itu yang paling kudus dan sakral adalah perayaan dan persekutuan (synaxis), dimana semua ibadah lainnya dijadikan sempurna “(Letter to Dionysius, 7).
Penekanan pada Perjamuan Kudus menunjukkan bahwa Tradisi suci adalah cara hidup yang dinamis yang berlangsung terus-menerus dalam rangka liturgi Gereja. Dengan berpartisipasi dalam Perjamuan Kudus, kita menyatakan Tradisi kita hidup dan aktif sebagai anggota Gereja. Tentu saja, untuk hidup sesuai dengan Tradisi Gereja Orthodox, untuk berpartisipasi, sepenuhnya, dalam kehidupan Tradisi bukanlah tugas yang mudah. Kita memerlukan pertolongan Roh Kudus, untuk hidup dalam cara sakramentis dan kehidupan Kristus. Agios Gregorios Pajamas menulis:
‘Semua dogma yang sekarang dinyatakan secara terbuka dalam Gereja dan diberitahukan kepada semua, yang sebelumnya hanya misteri yang dilihat oleh para nabi melalui Roh. Dengan cara yang asma berkat-berkat yang dijanjikan kepada orang-orang kudus di zaman yang akan datang adalah masih misteri, diberikan kepada dan diramalkan oleh orang-orang yang dianggap layak Roh, tetapi hanya dalam cara parsial dan dalam bentuk janji” “(Tomes of the Holy Mountain. Preface).

TRADISI SUCI
DI GEREJA ORTHODOX
Salah satu bagian yang paling penting dari teologi Orthodox adalah kepatuhan terhadap apa yang dikenal sebagai Tradisi Kudus, yang dinyatakan melalui ketakberubahan - bahkan keabadian - dan bahkan merasakan hidup berkesinambungan dengan Gereja mula-mula. “Sebab itu berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami baik secara lisan maupun tertulis”. (2 Tes. 2:15).
Tradisi dalam Gereja Orthodox, mengacu pada Kitab Suci, Pengakuan Iman Nicaea dan Konstantinopel, ketetapan-ketetapan Konsili Ekumenis, tulisan-tulisan Bapa-bapa Gereja, Kanon-kanon, buku-buku ibadah, ikon-ikon. Tidak ada konflik antara Kitab Suci dan Tradisi suci-Allah, sumber wahyu, memberi kami terdahulu dan membimbing mereka yang kemudian.
Tradisi Suci sering dianggap sebagai melestarikan iman seperti sebuah museum. Sebaliknya - keyakinan kita didasarkan bahwa Sang Roh Kudus masih bekerja di Gereja saat ini. Jika kita titik percaya hal ini, kita akan selalu dipaksa untuk percaya bahwa Allah tidak menganggap Gereja yang didirikan oleh Kristus, tidak membimbing Gereja sepanjang sejarah. Nàmun, karena kami percaya bahwa Sang Rob Kudus adalah dengan kita, bertiup ke mana ia mau (Yoh. 3:8), dan membimbing kita kepada semua kebenaran (Yoh. 16:13). Ini adalah kemampuan Tradisi suci untuk tetap sama yang memungkinkan untuk sebuah dinamisme dalam Gereja Orthodox yang tak tertandingi. Hal ini memungkinkan bagi orang untuk menjalani kehidupan Kristus di manapun orang percaya berada. “Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku. Tetapi kamu juga harus bersaksi, karena kamu dari semula bersama-sama dengan Aku” (Yoh. 15:26-27).
Tradisi suci adalah sebuah pejumpaan dengan Allah yang hidup, dan pengalaman inilah yang memungkinkan Gereja Orthodox menerima karya Roh Kudus di dalam Gereja.

TRADISI
Gedung gereja memiliki banyak arti simbolis, mungkin yang paling tua dan paling menonjol adalah konsep bahwa Gereja adalah Bahtera (Nuh) di mana dunia dipelihara dari ancaman baujir, sehingga sebagian besar Gereja-Gereja Orthodox Timur dalam desain persegi panjang Konfigurasi populer lainnya, terutama untuk gereja-gereja dengan model salib. Pola arsitektur yang berbeda-beda dalam bentuk dan kompleksitas, dan kadang-kadang ditambahkan kapel utama di gereja, atau tiga altar, tetapi secara umum, tata letak simbolis gereja tetap sama. Bangunan Gereja dibagi menjadi tiga bagian: narthex (ruang depan atau ruang masuk), Nave disebut juga dengan nama ruang kudus. Narthex adalah tempat para katekumen dan pengunjung non-Orthodox diminta untuk berdiri selama ibadah. Ruang kudus dan ruang mahakudus dipisahkan dari nave oleh “The Royal Gate”. Di setiap sisi gerbang ini adalah lilin berdiri (menalia) mewakili tiang api yang berjalan di depan orang-orang Yahudi ketika keluar dari Mesir. Nave adalah tempat sebagian besar umat berdiri selama ibadah. Pada umumnya, laki-laki berdiri di sebelah kanan dan perempuan di sebelah kiri. mi adalah untuk sejumlah alasan: (1) Mengingat kelompok keluarga pada abad yang alu, suami sangat dominan; demikian. (2) Ide pemisahan jenis kelamin telah diwarisi orang Yahudi dan menerapkannya di rumah ibadat mereka (sinagoge). (3) Pemisahan jenis kelamin juga dilakukan dalam latihan paduan suara dimana. tingkat suara yang berbeda-beda dipisahkan untuk menjaga keharmonisan suara.
Secara umurn, pria dan wanita berpakaian dengan sopan, biasanya memakai “pakaian Minggu” ketika mereka memasuki gereja. Seringkali, perempuan menutup kepala mereka seperti yang ditentukan oleh Paulus. Anak-anak dianggap sebagai anggota penuh dari Gereja dan berdiri penuh perhatian dan tenang selama ibadah berlangsung. Sering kali ada tempat paduan suara di samping atau di loteng di belakang. Pengidung, selalu hadir di depan gereja untuk mengidungkan kidungan yang merupakan bagian dari Liturgi yang dilayankan oleh Imam. Biasanya ada kubah besar di Iangit-Iangit dengan ikon Kristus digambarkan sebagai Penguasa Alam Semesta (Pantocrator).
Di Gereja Orthodox Timur segala sesuatu memiliki makna dan tujuan yang rnengungkapkan wahyu Tuhan kepada manusia. Ruang kudus dan ruang mahakudus dipisahkan suatu tembok pemisah yang disebut: iconostasion alan temblo. Di tengah dinding adalah pintu masuk ke altar yang dikenal sebagai “Gerbang Indah”. Melalui Pintu Gerbang Raja inilah, imam keluar masuk ketika ibadah sedang berlangsung. Ada juga pintu sebelah kanan dan pintu sebelah kiri di bagian depan ikonostasion, satu menggambarkan penghulu malaikat, Michael dan yang satu lagi malaikat Gabriel. Imam dan putra mezbah sering masuk dan keluar melalul pintu-pintu ini ketika Liturgi suci sedang berlangsung Tepat di sebelah kanan gerbang utama selalu ditempatkan ikon Yesus Kristus, Ikon lainnya adalah ikonnya bunda Maria, Johanes Pembaptis, dan nama orang kudus yang kepadanya gereja ditu didedikasikan.
Di depan Ikonostasion terdapat juga kursi Uskup. Uskup akan berada di sana ketika ia memimpin liturgi suci atau ibadah lainnya selama ibadah berlangsung. Imam di Gereja Orthodox, ketika menyelenggarakan ibadah akan selalu berdiri di altar menghadap altar (menghadap :Timur ) sehingga baik Imam dan jemaat akan berdoa bersama-sama kepada Bapa di surga.
Ruang mahakudus berisikan: altar kudus, yang menggambarkan tempat di mana Kristus diletakkan di dalam kubur dan pada hari ketiga, bangkit. Sebuah salib, berdiri di belakang altar. Di atas altar adalah peralatan-peralatan kudus yang digunakan untuk menguduskan roti dan anggur untuk perjamuan kudus termasuk cawan kudus dan sendok kudus. Di atas altar biasanya diletakkan juga satu Antiminsion, Kitab Injil. Antiminsion terbuat dari kain sutra yang digunakan Perjamuan Kudus. Setiap antiminsion biasanya diisi dengan tulang-relik orang kudus. Antiminsion diresmikan/disyahkan ketika sebuah gereja yang ditahbiskan oleh seorang uskup. Uskup agung setempat akan membubuhkan tanda tangannya di dalam setiap antiminsion dan dibagikan kepada semua gereja yang ada diwilayah keuskupannya.
Liturgi suci hanya dapat dilakukan sekali sehari di atas satu Antiminsion Jikalau terpaksa ada diselenggarakan liturgi suci yang kedua di atas altar yang sama, maka antiminsionnya harus diganti dengan antiminsion yang lain. Ini berarti bahwa setiap paroki atau jemaat lokal dapat merayakan Perjamuan Kudus hanya satu kali dalam sehari, dalam rangka mengekspresikan kekatolikan Gereja dengan menghindari “Perjamuan Kudus Pribadi”.

IKON-IKON
Istilah ‘ikon’ berasal dari kata Yunani eikona, yang berarti gambar. Gereja Orthodox percaya bahwa ikon Kristus dan ikon bunda Maria untuk pertama kalinya dilukis oleh rasul Lukas Penulis Injil. Ikon ini penuh dengan simbolisme yang dirancang untuk menyampaikan informasi tentang orang dan peristiwa yang digambarkannva. Untuk alasan inilah, pembuatan ikon cenderung baku, mengikuti metodologi yang ditentukan bagaimana melukis ikon orang tertentu, termasuk bentuk rambut posisi tubuh, pakaian, dan wama yang dipergunakan.
Pada umumnya pembuatan ikon, bukanlah kesempatan untuk membuat suatu ekspresi artistik, karena masing-masing iconographer membawa visi atau theologia untuk potongan ikon. Patung-patung berdiri (tiga dimensi penggambaran) hampir tidak ada di dalam Gereja Orthodox Timur. Hal ini disebabkan oleh penolakan terhadap masa penyembahan kafir Yunani, dan sebagian lagi karena ikon dimaksudkan untuk menunjukkan sifat rohani manusia, bukan tubuh sensual duniawi.
Ikon tidak dianggap oleh Gereja Orthodox Timur sebagai penyembahan berbala. Penggunaannya jelas dijabarkan oleh konsili ekumenis ke-7. Pembenaran penggunaan ikon-ikon memanfaatkan logika berikut: Sebelum Allah mengambil bentuk manusia dalam Kristus, tidak ada yang bisa digambarkan tentang Allah. Setelah Allah menjadi daging, penggambaran itu mungkin. Seperti Kristus adalah Tuhan, maka dibenarkan untuk terus dalam pikiran seseorang gambar Allah-menjelma. Demikian juga, ketika seseorang menghormati ikon, ia bukannya meoghonnati kayu atau cat melainkan memberikan rasa hot-mat yang mendalam terhadap individu orang kudus yang tergambar dalam icon tersebut. Jadi ketika seseorang mencium foto yang dikasihinya, ia bukan berarti mencium atau menghormati kertas foto tersebut melainkan dia yang tergambar di foto tersebut. Agios Basilios Agung mengatakan, Penghargaan atau penghormatan terhadap ikon, harus selalu sampai ke pola dasarnya. Dengan pengertian inilah, maka penghormatan terhadap manusia yang dimuliakan (orang kudus) yang diciptakan menurut gambar Allah, selalu merupakan pemujaan terhadap citra ilahi, dan karena Tuhanlah sebagai dasar pola dasarnya.
Ikonostasion. juga disebut templon, adalah dinding tempat menaruh ikon-ikon atau gambar-gambar kudus lainnya. Ikonostasion inilah yang memisahkan ruang kudus (Nave) dengan ruang mahakudus (sanctuary). Di samping pengertian di atas, ikonostasion juga menijuk pda ikon berdiri yang dengan mudah bisa dipindah-pindahkan di dalam gereja atau di luar gereja. Ikonosiasion modern muncul dari lemplon Bizantium ke bentuk yang lain di sekilar abad kesebelas. Perubahan ikonostasion ini mungkin berkembang pesat sekitar abad yang ke-empat belas dengan bangkitnya gerakan monachisme (Hesychast), khususnya Ikonostasion Gereja Orthodox Rusia yang terbuat dari kayu-kayu yang diukir dengan sangat indah. Langit-langit yang bertingkat-tingkat di Ikonotasion Gereja Otthodox Rusia dirancang oleh Audrey Rublyov yang dijumpai -di katedral dari Dormition Orthodox Church di Vladimir di 1408 ses. Masehi. Pemisahan antara ruang mahakudus dengan ruang kudus oleh Ikonostasion tidaklah wajib, meskipun itu adalah praktek yang lazim berlaku. Tergantung pada keadaan, peran Ikonostasion dapat dimainkan oleh batu, ukiran panel, layar, tirai, pagar, tali atau tali, atau hanya ikon yang berdiri, atau tidak menaruhnya sama sekali.

SA LIB
Penggambaran Salib dalam Gereja Orthodox Timur banyak dan bermacam. Beberapa membawa arti khusus. Tri-Bar Cross memiliki tiga palang daripada satu batang yang biasanya terpasang. Palang atas kecil menunjukkan tanda Pontius Pilatus dipakukan di atas kepala Kristus. Ini sering ditulis dengan singkatan: INRI yang berarti “Yesus Nazaret, Raja Orang Yahudi”, namun ini sering diganti atau diperkuat dengan frase “The King of Glory” dalam rangka untuk menjawab pernyataan Pilatus dengan penegasan Kristus, “KerajaanKu bukan dari dunia ini“. Ada juga palang yang miring di bawah ruang salib. Hal ini ditaruh untuk menopang berat badan Yesus; dia juga tempat untuk memakukan kedua kakinya dan sekaligus memperpanjang penderitaan Yesus di kayu salib.

JENIS-JENIS IBADAII PELAYANAN

Ibadab pelayanan dalam gereja Orthodox bisa dilakukan setiap hari. Ada perayaan ibadah yang sudah tetap dan ada. Peilayanan yang selalu berubah sesuai dengan penanggalan gereja. Pelayanan di dalam gereja harus melibatkan baik kaum awam maupun rohaniawan. Liturgi suci atau ibadah lainnya tidak bisa diselenggarakan oleh seorang rohaniawan saja, paling tidak harus melibatkan seorang umat yang menikmatinya. Biasanya, semua pelayanan yang dilakukan pada setiap hari hanya di biara-biara atau katedral, sementara gereja-gereja paroki mungkin hanya melakukan pelayanan pada akhir pekan dan hari-hari raya besar lainnya. Perayaan Liturgi Suci dirayakan untuk mengenang satu orang kudus atau peristiwa kudus lainnya. Karena kesibukan umat pada siang harinya, maka sebagai jalan alternatif biasanya diselenggarakanlah ibadah Liturgi Semalam Suntuk, All-Night Vigil (Yunani: Agrypnia, Aypinrvw). Ibadah ini dirayakan dari larut malam pada malam pesta sampai pagi hari berikutnya. Karena sifatnya meriah biasanya diikuti dengan pesta makan bersama oleh jemaat.
Pelayanan Liturgi Ilahi, hanya dapat dilakukan sekali sehari pada satu mezhah (beberapa gereja memiliki beberapa altar dalam rangka untuk mengakomodasi jemaat besar). Setiap imam mungkin hanya merayakan Liturgi Suci sekali sehari. Berasal dari kebudayaan Yahudi, hari liturgis dimulai pada saat matahari terbenam. Siklus ibadah sepanjang hari adalah sehagai berikut:

1.Vesper - (Yunani: Esperinos ) Sundown, atmi Sembahyang Senja. Ini adalah awal hari dari suatu liturgi suci.
2.Compline (Yunani: Apodeipnon lbadah setelah makan malam) Ibadah Setelah makan malam” biasanya diselenggarakan sebelum seseorang masuk isterahat malam/tidur.
3.Midnight Office (Yunani: Mesonyktikon, ibadah-ibadah ini biasanya hanya disajikan di biara-biara.
4.Matins (Yunani Orthios =Sembahyang Pagi) ibadah ini dilayankan sebelum matahari terbit. Ibadah ini bisa dilakukan apakah ada Liturgi suci atau terpisah dari liturgi suci.
5.Perjamuan Kudus. Setiap ada Liturgi suci dalam gereja Orthodox selalu diselenggarakan Perjamuan Kudus. Perjamuan Kudus adalah pusat sentral dari seluruh ibadah gereja Orthodox.
6.Jam-jam Sembahyang: Selain ibadah yang disebut di atas masih ada ibadah jam sembahyang lain lain, misalnya: Jam Pertama, hari Ketiga, Jam Keenam, Jam Kesembilan.
a. Jam Pertama diselenggarakan setelah jam sembahyang pagi (Oithros).
b. Jam Ketiga dan Jam Keenam diselenggarakan sebelum Liturgi Suci.
c. Jam Kesembilan diselenggarakan sebelum jam sembahyang sore (Esperinos)
Liturgi Suci adalah pesta perayaan Perjamuan Kudus. Meskipun biasanya diselenggarakan antara lain Sembayang Keenam dan Jam Sembahyang Kesembilan, ia tidak dianggap sebagai bagian dad sikius ibadah sembahyang harian. Liturgi suci tithk dirayakan selama Puasa Agung berlangsung. Namun untuk memenuhi kebutuhan rohani umat yang ingin mengambil perjamuan kudus selama puasa agung, maka, pada hari Minggu ketika Liturgi Suci diselenggarakan, maka dibuatlah bagian khusus dari Perjamuan Kudus yang sama-sama dikuduskan pada saat Liturgi suci tersebut untuk dipergunakan pada hari-hari dimana diselenggarakan Liturgi yang disebut: Liturgi “Presanctified”, Liturgi yang sudah disucikan sebelumnya.

PENGIDUNG
Ibadah di Gereja Orthodox hampir dinyanyikan seluruhnya khususnya ibadah Liturgi Suci. Ibadah Liturgi suci ini adalah semacam dialog dalam kidung anlara rohaniwan dan umat (yang sering diwakili oleh paduan suara atau Yunani: psalti, Inggris: Cantor). Kidungan yang dinyanyikan harus mengikuti irama musik yang sudah ditentukan oleh kalender gereja. Hampir tidak ada yang dibaca dalam suara bicara nomial, kecuali pada saat berkhobah. Hal ini dilakukan karena suami manusia dipandang sebagai instrumen yang paling sempurna dalam menyampaikan pujian. Alat musik (organ, gitar. piano, dll) tidak umum digunakan untuk mengiringi liturgi suci. Gereja telah mengembangkan delapan irama/nada, (Yunani : Ocloedios) yang di dalamnya nyanyian dapat ditetapkan, tergantung pada waktu tahun, hari-hari raya, atau pertimbangan lain yang tercantum dalam buku Typikon.
Ada hanyak versi dan gaya yang tradisional yang dapat diterima dan ini sangat berbeda-beda dalam setiap budaya. lni adalah umum, terutama di Amerika Serikat, mereka memiliki paduan suara yang bagus, di Yunani hanya beberapa orang pengidung tanpa diiringi musik. Di Rusia, mereka membuat gaya sendiri dan hal ini dimotori oleh komposer musik Gereja Rusia yang sangat terkenal: chaikovsky dan Rachmaninoff.

DUPA
Dupa, sebagai bagian dari warisan agama Yahudi (Kel. 30) yang diturunkan turun temurun, maka di Gereja Orthodox - dupa juga digunakan setiap kali ibadah diselenggarakan Secara tradisional, bahan dasar dupa dibuat dari getah kemenyan (boswellia thurifera), atau juga dari gelah pohon cemara Biasanya getah-getah ini dicampur dengan berbagai extrak bunga yang harum. Dupa melambangkan indahnya doa-doa orang-orang kudus yang naik kepada Allah (Maz: 14 : 1,2 Why. 5:8, 8:4).
Dupa dibakar dalam tempat pedupaan yang berwarna emas. Pedupaan ini digantung dengan menggunakan 4 (empat) tali sebagai gantungannya, yang melambangkan kehadiran Allah Tritunggal Mahakudus. Dua rantal, mewakili dua surat Kristus: kemanusiaan dan keilahian-Nya. Satu rantai menggamharkan Sang Bapa dan satu rantai lagi untuk menggambarkan Sang Roh Kudus & Yang berbentuk cangkir tempat dupa, menggambarkan bumi dan penutup dupa adalah menggambarkan langit.
Dalam tradisi Yunani dan Syria ada 12 lonceng kecil digantung di sepanjang rantai ini mewakili 12 rasul (biasanya tidak ada lonceng di Slavia Tradisi), Ada juga 72 lingkaran kecil yang mewakili 72 penginjil. Arang mewakili ruang-ruang berdosa. Bara api menggambarkan Sang Roh Kudus dan bara dupa menggambarkan perbuatan baik Dupa juga menggambarkan anugerah Allah Tritunggal Mahakudus. Dupa digunakan oleh imam, diakon dengan cara mengayunkan ke depan dan ke belakang. Yang didupai biasanya keempat sisi mezbah, benda-benda Perjamuan Kudus, rohaniwan, ikon, jemaat.

KEHIDUPAN MEMBIARA
Semua orang Kristen Orthodox diharapkan untuk berpartisipasi dalam hidup pertarakan, sebagai tanggapan terhadap perintah Kristus yang mengatakan:
“Setiap orang yang mau mengikut Aku, Ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (Mrk 8:34). Karena itu semua orang Kristen dipanggil untuk meniru Kristus, dalam satu cara atau lebih, karena Kristus sendiri telah menyangkal diri-Nya sendiri dengan memanggul salib dalam perjalanan pengorbanan diri-Nya secara sukarela. Namun, orang awam tidak diharapkan untuk hidup dalam pertarakan yang ekstrim, karena hal ini hampir tidak mungkin sementara melaksanakan tanggungjawab normal kehidupan duniawi mereka. Mereka yang ingin melakukan hidup pertarakan hanya bisa secara efektif jikalau mereka memisahkan diri dari dunia dan hidup sebagai biarawan: biarawan dan biarawali
Sebagai seorang pertapa yang gigih, ia menggunakan doa dan puasa sebagai senjatanya dalam peperangan rohani melawan nafsu mereka. Para biarawan memiliki tempat yang penting dan istimewa di dalam Gereja. Bagi sebagian orang, kehidupan yang semacam ini sering dianggap sebagai kehidupan yang tidak masuk akal. Para petapa di Gereja Orthodox biasanya mereka memiliki rambut danjenggot panjang.
Ada tiga jenis-jenis kelompok biarawan. Mereka yang tinggal di biara-biara di bawh satu saluran yang ketat disebut: coenobitic (Yunani). Setiap biara dapat merumuskan aturan sendiri, dan meskipun tidak ada perintah agama di Gereja Orthodox namun ada beberapa pusat mohastik yang sangat dihormari seperti Gunung Aihos sangat berpengaruh. Ada petapa yang hidup sendirian yang dikenal dengan nama Eremitic atau Hermit. Ini adalah kerinduan dari banyak orang yang memasuki hidup membiara untuk akhirnya menjadi pertapa yang gigih. Kehidupan membiara yang sangat keras hanya diizinkan oleh Abbot (pemimpin biara) kepada biarawan yang sudah maju tingkat kerohaniwanannya. Petapa biasanya masih berhubungan dengan biara induk tetapi si biarawan hidup dalam pengasingan jauh dan biara utama mereka akan melihat kebutuhan fisik para biarawan eremilie.
Di antata para rahib ini adalah komunitas yang “semi-eremitic” yang disebut dengan istilah: sketes, di mana satu atau dua biarawan berbagi berkumpul sesuai dengan peraturan masing-masing kelompok. Namun para sketes ini jikalau beribadah, mereka berkumpul bersama di kapel pusat atau “katholikon”, untuk perayaan liturgi, Pengalaman rohani yang diperoleh para petapa dan penjuangan mereka membuat biarawan pertapa lebih disukai umat untuk dikirim sebagai misionaris. Uskup hampir selalu dipilih dan antara para biarawan.
Ada beberapa seminari Orthodox yang membina hubungan baik dengan biara-biara dimana mereka menggabungkan persiapan pentahbisan rohaniawan dengan mahasiswa mereka. Biarawan yang telah ditahbiskan menjadi imam disebut hieromonk (Yunani: ieromonachos); biarawan yang telah ditahbiskan ke jenjang diakonat disebut hierodeacon (Yunani: icrodiakonos). Tidak semua biarawan hidup di biara-biara, beberapa hieromonks melayani sebagai imam di gereja paroki sehingga mempraktekkan “monastisisme di dunia.
Sebutan “Fathers, Yunani: Pateres” dialamatkan untuk biarawan yang telah dikaul. kekal, sementara sebutan “adelfis” ditujukan kepada inereka yang hidup sebagai biarawan biasa (bukan rohaniwan). Demikian panggiJan “Mothers, Yunani: Gerontissa,” dialamatkan untuk biarawati yang telah kaul kekal, sementara mereka yang hidup sebagai biarawati biasa disehut: Adelfi.

MASA DEPAN TRADISI TEOLOGI GEREJA-GEREJA DI SUMATERA UTARA

Ditengah-tengah perubahan masyarakat

Gereja-gereja batak bekas asuhan RMG sebagai contoh :
1.Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS)
2.Gereja Kristen Protestan Angkola (GKPA)
3.Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD)
4.Huria Kristen Indonesia (HKI)
5.Gereja Mission Batak (GMB)
6.Gereja Punguan Kristen Batak (GPKB)
7.Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI)
8.Gereja Kristen Lutheri Indonesia (GKLI)

1.Pergeseran posisi gereja-gereja Sumatera Utara dalam perubahan jaman
2.Tradisi teologis yang terlupakan
3.Pengorganisasian gereja yang tercabut dari akar
1.Pergeseran posisi gereja-gereja sumatera utara dalam perubahan jemaat
Gereja-gereja batak berdiri October 7, 1861
Tanggal lahir ini didasarkan pada konferensi pertama para missionaris yang dihadiri oleh:
Heine, Klammer, Betz dan Van Asselt
In Sipirok, South Tapanuli, North Sumatera

Dunia modern menjelang munculnya Kristen batak
-Perkembangan perhubungan, telekomunikasi, sistem perekonomian di Eropa
-Jawa sebagai bagian pinggir pasar Eropa mengalami perkembangan yang kurang lebih sejajajar
-Jawa muncul sebagai pusat modernisasi dan masyarakat industri dan pulau-pulau lain di Hindia Belanda sebagai pinggiran
Modernisasi kolonialisme dan “hamajuon” (peradaban) atas dasar injil
-Perkebunan di Sumatera Timur dibawah asuhan kolonialisme penjajah – menawarkan perkembangan yang paling mutakhir.
-Proses “hamajuon” atas dasar injil di tanah batak oleh Rheinische Missionsgesellschaft (RMG) – menawarkan perkembangan yang paling mutakhir
Gereja batak muncul sebagai institusi modern dalam konteks dimana injil menjadi pengendali modernisasi menuju peradaban
Sekolah sebagai posisi kunci
Unsur-unsur menyumbang bagi gereja batak sebagai gereja pengendali modernisasi menuju peradaban :
1.Pola hidup berjemaat (spiritualitas menuju transformasi sosial) dan peran sekolah didalamnya.
2.Spiritualitas kemandirian (melalui persiapan pelayan menuju transformasi sosial) dan peran sekolah didalamnya
3.Peranan musik gerejawi barat dan peran sekolah didalamnya


Kompleks gedung gereja (Pargodungan)
Seminari
(Parasourat - Pansurnapitu - Sipoholon)
SPIRITUALITAS
-Ketaatan
-Kesederhanaan
-Kemurnian hati
ILMU :
-Teologi
-Musik
-Pedagang
-Eksakta / Sosial lainnya
Irama hidup

Solidaritas Mazmur Produksi

2.Spiritualitas kemandirian (hamajuaon) menjalar ke jemaat-jemaat melalui sekolah di bawah pimpinan para guru zending.
-Transformasi sosial terjadi di tingkat desa
-Transformasi sosial merata tanpa mengenal pusat dan pinggiran
-Transformasi sosial terintegritas tanpa mengenal pembedaan “hal-hal rohani” dan “hal-hal jasmani”.
-Peran sosial muncul dengan sendirinya sebagai akibat logis dari spiritualistis kemandirian
Musik gereja barat di tanah batak
-Musik gerejawi barat yang dipengaruhi oleh zaman barok dan klasik diperkenalkan melalui buku nyanyian gerejawi
-Pengaruh : JS Bach, GF Haendel, J Haydn, L. Beethoven, WA Mozart
-Musik gerejawi barat dari abad 20 diperkenalkan oleh Sr. Elfrieda Harder
-Kedua kumpulan Buku Nyanyian disatukan tahun 1990-an
Musik gerejawi barat membentuk kepribadian masyarakat kristen batak
-Melalui guru zending di Sekolah-sekolah
-Melalui kelompok musik tiup
-Melalui paduan suara
Pengaruh musik gerejawi barat
-Masyarakat yang memiliki kecerdasan (intelektual, emosional dan spiritual)
-Masyarakat dengan sikap budaya yang positif
-Masyarakat yang berperan dalam tingkat nasional dan internasional pada tahun 1950-1960an
Hilangnya peranan gereja batak sebagai gereja pengendali modernisasi

Munculnya globalisasi ekonomik
1.Berbaurnya “hamajuon” atas dasar injil dan modernisasi kolonialisme
2.Kemenangan kolonialisme mengendalikan modernisasi
Dampak lanjutan dari munculnya globalisasi ekonomik
1.Hilangnya peran gereja untuk transformasi sosial
2.Hilangnya spiritualitas kemandirian menjadi ketergantungan pada nilai-nilai globalisasi ekonomik
3.Mundurnya Musik Gerejawi

3. Kemunduran Musik Gerejawi di Gereja-gereja Batak
-Sejak tahun 1940 – 1950 an
-Bangkit tahun 1960 an, tetapi tidak mampu menyamai zaman sebelumnya
-Musik liturgi di tangan generasi yang tidak memahami musik sepenuhnya
-Munculnya musik industri

Tradisi Teologis yang terlupakan
Identitas Lutheran

Pertama
-RMG adalah hasil kerjasama antara berbagai orang/lembaga yang datang dari berbagai tradisi Konfesi Evangelis dan Gereja-gereja Evangelis hasil reformasi Martin Luther
-Oleh karenanya tidak ada keinginan RMB untuk mengarahkan perhatian daerah-daerah PI RMG untuk memilih salah satu konfesi atau bentuk kegerejaan Eropa itu.

Kedua
-RMG tidak melakukan propaganda untuk memperkenalkan satu-satu golongan kesalehan, melainkan
-Hanya melakukan Misi, yang akan memenangkan jiwa-jiwa manusia dan bangsa-bangsa untuk Tuhan,
-Jadi bukkan untuk mengaitkan mereka kepada satu-satu Gereja di Eropa

Ketiga
-Missionaris mempertimbangkan :
-Tidak ada manfaatnya bagi “Kristen Sending” kalau para utusan RMG mau memperkenalkan mereka pada berbagau arus konfesional dari Gereja-gereja Evangelis di Eropa
-Tidak ada manfaatnya mendorong “Kristen Sending” untuk memilih salah satu dari kelompok kegerejaan itu



Keempat
-Adalah anugerah Tuhan yang perlu disyukuri bahwa gereja-gereja sending yang muda itu terhindar dari perpecahan-perpecahan konfesional

Kelima
-RMG ingin membangun satu Gereja injili yang bisa menampilkan dirinya dalam bentuk-bentuk budayanya setempat disamping bentuk-bentuknya yang terdiri dari unsur-unsur alkitabiah

Keenam
-Gereja-gereja yang berdiri di lapangan PI RMG itu adalah “gereja-gereja bangsa/rakyat/masyatakat”, yang dibangun di atas para rasul dengan Yesus Kristus sebagai batu penjurunya
-Gereja- gereja tersebut akan mempunyai bentuknya sendiri, apabila gereja-gereja itu sudah mencapai batas-batas keseluruhan bangsa
-Janganlah mencoba-coba memaksakan sebuah bentuk bagi gereja-gereja bangsa itu yang pada hakekatnya selalu asing baginya.


Ketujuh
-Dokumen-dokumen konfensasi buat gereja-gereja sending kita ialah pengakuan iman rasuli, katekhismus Martin Luther dan Heldelberg
-Dan apabila jemaat-jemaat itu atau para pemimpinnya sudah mempunyai kedewasaan yang cukup matang, barulah terbuka jalan untuk menggunakan konfesi Augsburg

Kedelapan
-Dalam rangka menghadapi dan melawan Misi balik Gereja Katolik Roma, yang saat ini dimana-mana sedang menerobos daerah-daerah Sending Protestant maka disarankan supaya para utusan RMG itu dan jemaat-jemaat Protestant itu memperlengkapi diri.
-Apabila Misi balik Gereja Katolik itu sedang mencoba memasuki jemaat-jemaat Protestant asuhan para utusan RMG itu, maka saat Itulah yang terbaik untuk mensosialisakan perbedaan- perbedaan ajaran dan tradisi peribadahan lainnya antara Gereja Injili ( Protestant) dan Gereja Katolik Roma.




Dampak dari ke 8 unsur tersebut:
Pertama : Corak identitas Lutheran jemaat kita dipengaruhi oleh pemberitaan Injil
yang tidak memihak pada salah satu Konfessi kegerajaan Eropa (tidak konfessionalistis)
-Namun pada akhirnya lebih mengedepankan Lutheran



Dampak dan ke 8 unsur tersebut:

2. Gereja-gereja kita tidak pernah disebut dengan “Lutheran” tetapi dalam mempertanggungjawabkan imannya di tengah kehidupan dunia, maka dia “digolongkan” sebagai “Lutheran”.

Sikap itu sejajar dengan ucapan Martin Luther tahun 1522 :

-Benarlah, melalui pertimbangan yang tepat, sebaiknya engkau jangan pemah mengatakan: Aku adalah Lutheran atau Papist Sebab tidak satu pun darinya yang mati bagimu, atau yang menjadi tuanmu.
-tetapi jika engkau yakin bahwa ajaran Luther sesuai dengan Injil, dan ajaran Paus tidak, maka engkau jangan meninggalkan Luther sepenuhnya Adalah karena ajaran itu bahwa mereka menyerangmu dan menanyakan padamu apakah engkau Lutheran..,’

3. Para Missionads terlihat lebih mengedepankan Lutheran, dapat diamati dari beberapa kasus:
a.Walau pun Tala lbadah minggu yang dikenalkan bukan lutheran, tetapi dijalankan dalam liturgi lutheran melalui penekanan akan tahun liturgi.
b.Lectionary (daftar bacaan Alkitab sepanjang tahun) yang digunakan lebih mendekati tradisi Lutheran daripada tradisi Calvinis
c.Terjemahan kathekhismus heidelberg (Kalvinis) yang sudah sempat beredar di jemaat, ditarik kembali dan digantikan dengan buku Kathekisasi karangan seorang teolog Lutheran di Jerman
d.Ketika nyanyian yang dikumpulkan Suster Elfirede Harder muncul, missionaris tidak memasukkannya kedalam bagian ibadah karena menurut teologi musik Liturgi Lutheran, “haluan na gok” kurang memenuhi syarat

Akibatnya bagi “identitas”
1.Kita tidak harus mencari identitas, tetapi mengkaji ulang.
2.“Identitas Lutheran” kita tidak harus dikenali dan bentuk luar saja, tetapi dimungkinkan untuk mengenalinya dalam “semangat jiwa & hidup berjemaat itu sendiri.


3. Pengorganisasian Gereja yang tercabut dari akar Efesus 4:11-16

11 Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar,
12 untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus,
13sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus,
14 sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan,
15 tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala.
Hasil Pertemuan Alumni STT-Jakarta Se-Sumatera Utara di Aula Kantor Pusat GMI, Medan

Atas berkat Tuhan Kita Yesus Kristus, Raja Gereja, maka telah dilaksanakan pertemuan Alumni STT-Jakarta se-Sumut di Aula Kantor Pusat Gereja Methodist Indonesia (GMI) di Medan, pada tanggal 30 September 2009. Jumlah yang hadir dalam pertemuan tersebut sebanyak 53 orang yang terdiri dari berbagai denominasi gereja se-Sumatera Utara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar